Wabi-Sabi: Keindahan Dalam Ketidaksempurnaan | CoolJapan
Sumber foto: @roundround.pottery

Dunia terus berkembang dari segala aspek, sehingga tuntutan terlihat sempurna menjadi salah satu cara untuk bertahan dalam sosial. Beberapa tahun belakangan ini tentu banyak sekali perubahan yang harus dijalankan akibat pandemi. Hal ini juga menggeser makna dari “sempurna” bagi setiap orang. Menerima diri, keadaan, bahkan benda yang tidak sejalan dengan keinginan kini kembali dipelajari secara perlahan.

Wabi-Sabi merupakan filosofi Jepang sebagai cara menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan. Berasal dari dua kata yang disatukan, Wabi adalah kesedihan atau kepahitan, dan Sabi merupakan kemerosotan. Seiring berjalannya waktu arti Wabi-Sabi pun berkembang. Wabi dikaitkan dengan kesepian dan kesendirian sedangkan Sabi merupakan suatu yang ternoda atau berkarat akibat perkembangan alamiah. Dapat dikatakan Wabi-Sabi adalah apresiasi untuk kesederhanaan atau keadaan alami.


Secara perlahan, kini kesendirian menjadi tempat untuk bercermin dan belajar untuk lebih bebas dan bijak menjalani hidup. Sedangkan segala sesuatu yang tak sempurna akibat perkembangan alami merupakan pengingat bahwa tak ada yang abadi. Pada suatu buku yang membahas Wabi-Sabi dijelasakan bahwa terdapat tiga konsep, bahwa dalam hidup ada hal yang tak dapat bertahan, tidak selesai, dan tidak ada yang sempurna.

Dengan Wabi-Sabi kamu dapat mempelajari kedamaian dalam melihat perubahan kehidupan secara alami dan mengharagi semua keindahan yang tidak kekal. Wabi-Sabi juga mempengaruhi seni Jepang, salah satunya Kintsugi. Dimana orang-orang Jepang mempercantik keramik yang sudah pecah dengan lapisan emas. Kintsugi memiliki makna memberi kesempatan untuk hiudp kembali. Penjelasan di atas merupakan gabungan dari Japanesestation.com dan Nat Geo Indonesia. Untuk mempelajari Wabi-Sabi lebih lajut kamu dapat membeli buku yang mengulas Wabi-Sabi lebih mendalam.



READ MORE ON THIS TOPIC