Kintsugi berasal dari dua kata yakni “kin” dan “tsugi”. Kin memiliki arti emas dan tsugi diartikan sebagai penggabungan. Di Jepang, saat ada perlengkapan seperti teko, mangkuk, cangkir, atau vas yang rusak. Masyarakat di sana tidak cepat-cepat membuangnya. Mereka lebih memilih membuat benda tersebut menjadi sesuatu yang dapat digunakan kembali.
Dalam prosesnya, seni Kintsugi tidak memerlukan teknik yang jauh berbeda dengan memperbaiki benda pada umumnya. Menyatukan kembali keramik atau benda yang rusak sangat bergantung terhadap kondisi barang tersebut. Hal inilah yang membuat Kintsugi dapat dikreasikan dengan beragam desain dan gaya yang menarik.
Jika semua potongan benda yang rusak sudah lengkap, kamu hanya perlu menyatukannya kembali dengan emas. Akan tetapi, jika salah satu bagiannya hilang, artinya kamu harus mencari penggantinya dengan cara mengisi bagian yang kosong dengan emas atau pernis urushi, sehingga dapat mengisi bagian yang hilang.
Pernis urushi sendiri berasal dari Rhus Verniciflua, sebuah pohon yang dapat tumbuh mencapai 15 meter. Selain menggunakan pernis urushi, bagian yang kosong tersebut juga dapat diisi oleh bahan lain yang sempurna untuk menambalnya. Hingga kini, teknik reparasi benda memakan waktu yang cukup lama dalam prosesnya. Karena itulah, seni Kintsugi sangat dihargai oleh masyarakat Jepang.
Tidak hanya menambah nilai guna dari suatu barang. Seni Kintsugi juga mengajarkan kamu untuk menghargai hal yang rusak. Ini sama seperti ketika kamu berusaha namun belum berhasil dan sebaiknya kamu tetap menghargai usaha yang sudah dilakukan itu. Wah, Kintsugi benar-benar seni yang memiliki makna mendalam, ya, Clozetters.